Pramuka kwartir cabang kota surakarta>

Radio Komunikasi dalam Genggaman Pramuka

HT frekuensi UHF yang digunakan Basarnas | Ari Kristyono

PERANGKAT radio komunikasi pernah berjaya di tahun 1980-an, misalnya handy transceiver a.k.a handy talkie atau cukup menyebut HT saja. Perangkat komunikasi dua arah nirkabel yang bisa mobile ke mana-mana dengan praktis. Namun, belakangan posisinya tergusur oleh teknologi lain seperti handphone dan internet.

“Sekarang, HT tetap relevan untuk orang-orang lapangan yang harus selalu bisa berkomunikasi kapan saja. Kelemahan-kelemahan lama seperti mudah disadap, jangkauan tidak bisa luas, bisa diatasi dengan teknologi yang juga terus berkembang.

Bahkan semakin menarik dan fungsional karena ada fitur-fitur baru seperti GPS tracking, kedap air dan tahan banting. Atau sekadar sisi kepraktisan seperti bobot yang lebih ringan, bentuk yang lebih kompak atau baterei yang makin awet,” ular Defano, anggota Pramuka Peduli Kwarcab Solo yang hobby radio komunikasi.

Defano yang pernah mendapat bimbingan teknis dari organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) menuturkan, rata-rata anggota Pramuka Peduli akrab dan bahkan memiliki pesawat HT. Mereka menggunakannya saat harus melakukan SAR, latihan medan, maupun saat tugas lain di lapangan.

Anggota Pramuka Peduli bertugas menggunakan pesawat HT | Nino Sativara

“Setidaknya kami bisa berhubungan secara langsung dengan rekan-rekan di lapangan. Memang belum ada fasilitas radio di Posko Pramuli di Kwarcab, yang memungkinkan pergerakan semua rekan di lapangan bisa saling memantau dengan mudah.  Apalagi perangkat pancar ulang (repeater) yang memungkinkan jangkauan komunikasi menjadi jauh lebih luas. Tapi setidaknya komunikasi direct antarpersonel sangat terbantu dengan adanya HT. Karena, informasi dengan cepat menyebar ke seluruh tim,” paparnya.

Masih Relevan

Apakah Pramuka butuh HT di era serba internet ini? Jika analoginya Pramuka adalah mahluk pioneer yang harus mampu bertahan di tengah kondisi paling minimalis, jawabannya adalah ya! Bukankah pramuka masih harus belajar membuat api tanpa korek, pada saat kompor gas mini sudah sebegitu populer?

Bayangkan jika internet dan jaringan seluler di satu kota besar mati karena bencana alam atau sebab lain yang kita tidak pernah bisa meramal. Saat itu, Satgas Pramuka dengan banyak kemampuan dan memiliki jaringan komunikasi radio, sudah pasti akan menjadi asset yang sangat berharga dan bernilai strategis.

Itulah kenapa, Kepanduan Dunia hingga saat ini masih mempertahankan JOTA (Jambore on The Air). Sudah pasti tujuannya tidak sekadar menjalin pertemanan sesama pramuka sedunia. Bukan juga sekadar mempertahankan tradisi. Suatu saat, boleh jadi teknologi ala “breaker” tahun 80-an akan menjadi penyelamat sebuah situasi.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*